Senin, 03 Oktober 2011

Bisik Halus


Udara di sini cukup dingin. Dan kabut masih saja terlihat di mana mana. Sepanjang mata memandang hanya pohon pohon dengan batangnya yang kuat dan daun daun yang rimbun. Ku tarik nafas dalam dalam, dan menghembuskannya perlahan. Ku lihat asap tipis keluar dari mulutku. Mirip sekali seperti di film film korea saat musim dingin. Walau aku tau jelas jelas ini masih Indonesia.

Secangkir teh hangat bertengger erat di antara kedua telapak tanganku, mencoba memberikan sedikit rasa nyaman. Badanku sedikit menggigil. Sweater ku basah, percuma saja bila ku pakai, justru semakin dingin rasanya. Kakiku tak begitu buruk nasibnya, karena dibalut kaos kaki tebal, sembari mendekat pada sisa sisa api unggun peninggalan semalam. Walau tak menyala, hawanya masih panas.

Lambat laun kabut mulai menurun dan pepohonan terlihat utuh. Masih dengan secangkir teh hangat, sebuah bisikan mengagetkanku pelan.

                “ hey, lihatlah gadis di ujung sana”

Ku edarkan pandanganku, mencari pemilik suara. Tak kudapati siapapun didekatku. Di kejauhan, rekan rekanku sibuk dengan urusannya sendiri. Dan aku sengaja mengasingkan diri. Rasa penasaran mengalahkan ketakutanku pada suara tak bertuan. Kucari gadis yang dimaksud. Dan mendapati beberapa. Tiba tiba saja suara itu muncul lagi

  “ iya di situ... tapi lihatlah yang paling berbeda”

Yang paling berbeda? Aku tak mengerti. Sepertinya mereka sama saja. 3 gadis dan 2 laki laki, Masing masing dari mereka mengenakan jaket tebal, bersenda gurau riang, sesekali berfoto foto, dan tak terlihat ada yang special. Lama aq memperhatikan mereka. Suara itu datang

                “ Tak bisakah kaw lihat...gadis dengan senyum sederhana itu”

Gadis dengan senyum sederhana? Ah, mungkin yang itu. Gadis dengan gaya kasual, Jaket hitam, dan sepatu kets biru dongker. Ah, tapi apa yang menarik?? Sepertinya byasa saja. Suara itu kembali mengagetkanku, seolah menjawab setiap pertanyaan yang ada di benakku.

                “ Jangan kaw pandangi penampilannya... lihat sisi yang lain. Sorot matanya”

Sorot matanya?? Sejenak kupandangi terus gadis itu. Dan sepertinya ia tak menyadari kelakuanku. Okay... sorot matanya memang sedikit berbeda. Terdapat keteduhan sekaligus lelah di sana. Jika tak diperhatikan dengan seksama, memang tak akan nampak. Keriuhan itu melaksanakan tugasnya dengan sempurna, mewujud kamuflase.


Aku mulai tertawa kecil mendapati ini. Tak pernah sebelumnya ku perhatikan gerak gerik manusia di sekelilingku. Jika semuanya tertawa, pasti semua bahagia. Itu fikirku dahulu. Gadis itu tak pernah melepaskan senyumnya, namun sorot matanya jelas tak bisa menipu. Saat yang lain lengah, terkadang ia memilih memandangi entah apa di kejauhan.  
Aku tersenyum simpul. Sebuah pertanyaan melekat di otakku. Apa maksud ini semua? Siapa atau apa suara tadi?

  “ aku adalah aku... dan kaw tak perlu tau apa atau siapa aku. Aku hanya ingin membuatmu tersadar, banyak  hal di dunia ini yang luput dari mata kalian. Jadi, menurut u ini apa??”, jawab pembisik

 Aku menjawab,

  “ Tak semua senyum adalah senyum... tak semua yang tertawa, itu bahagia”


Dan suara itu tak pernah terdengar lagi.................. Sunyi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar