Rabu, 17 Agustus 2011

Sebuah Ketukan

Matahari cukup terik. Aku berjalan sedikit terseok dengan jas merah membalut tubuh. Sebuah alas tulis dan beberapa lembar kertas kudekap erat. Sesekali ku tengok pergelangan tanganku, berharap jarum jam berputar tak terlalu cepat. Tak banyak orang yg ku jumpai di luar rumah. Kebanyakan bersembunyi di balik tingginya bata bata atau beberapa mengintip dari labirin labirin gubuk mereka.

Dengan hanya berbekal senyuman sederhana dan sapaan seramah mungkin, ku beranikan mengetuk tiap pintu yg mungkin sedikit terbuka. Beberapa membalas senyumku, namun tak jarang yg acuh saja. Setiap langkah hanya doa yang terucap, berharap segalanya manis.

Satu jam berselang.., masih ada beberapa lembar yg belum ternoda tinta hitamku. Aku terus berjalan, walau matahari masih saja terik. Yaa... Beginilah nasib ilmuwan sosial. Pernah kalian lihat laboratorium terbesar di dunia??? Aku yakin pernah, mungkin sering. Hanya saja terkadang kalian tak menyadarinya. Bahkan aku berani bertaruh, kalian adalah bagian dari laboratorium itu sendiri. Yaa... laboratorium milik ilmuwan sosial adalah laboratorium terbesar di dunia. Jangan di tanya apa isinya, semuanya ajaib.

Waktu terus berlari, tak peduli keringat yang mengucur dari balik kerudungku. Tak lama, sebuah rumah mengusikku untuk berjalan ke arahnya. Berharap selembar kuisioner terisi lagi. Pelan – pelan ku buka gerbang rumah itu, dan berjalan menuju pintu yg sedikit terbuka. Ku edarkan pandangan ke sekeliling, memastikan seseorang berada di salah satu sudut bangunan. Sayang, tak terlihat seorangpun.Sebagai penyemangat, ku tarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu bersiap mengangkat tangan. Tentu saja tak ketinggalan senyum termanis yang bisa ku berikan, karena hanya itu milikku.

Sebuah jariku telah setangah terayun, saat tiba tiba ku dengar sebuah suara. Sayup sayup, namun makin lama makin jelas. Saat segalanya benar benar terang, ku turunkan tanganku perlahan dan tertegun. Urung niatku untuk mengetuk pintu. Kalian tahu?? Didalam rumah itu, entah siapa, di siang yg cukup menyengat, dan pada jam yang sebagian orang memilih terlelap... seseorang tengah membaca Al-quran dengan khusuk. Tak terlalu keras memang, tapi cukup terdengar dari balik pintu rumahnya. Beberapa menit ku nikmati alunan suara itu. Menentramkan.

Memang semua orang tahu, saat itu masih bulan Ramadhan, saat semua umat islam berpuasa dan berusaha beribadah sebanyak mungkin. Entah aku yang tak tahu, tapi jarang yg seperti itu. Segelintir saja, tak banyak.

Sebuah senyum simpul ku ukir siang itu, sembari melangkah menjauhi rumah tadi. Pelan. Tak ingin mengganggu. Memang kuesioner ku penting, tapi tak sampai hati tanganku mengetuk pintu itu. Sejurus kemudian justru belasan pertanyaan yang berkecamuk di otakku : “Sesering apakah kaw baca Al Quran yg bertengger di lemarimu itu? Atau jangan jangan telah berdebu. Sudah berapa jus yang kaw baca sepanjang ramadhan ini? Ah.. iya.. kaw habiskan waktu berjam jam menyelesaikan puluhan bait kata kata di buku favoritmu, tapi tak bisakah kaw luangkan sedikit waktu untuk membaca beberapa ayat Al – Quran?? Dll...”

Huff... siang yg indah, fikirku kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar