Kamis, 24 November 2011
Episode #15
Selasa, 08 November 2011
Surat...Dari Saat Ini... Untuk Esok
Penat
Percakapan Apik (diambil dari buku 'Madre'-DEE)
Minggu, 16 Oktober 2011
Intermeso... Mungkin
“Walau tak pernah sekalipun kita membicarakan tentang ‘kita’. Terlalu burukkah kenyataan bahwa (seandainya) aku mulai menyukaimu? Jika iya, buat aku mengalir bersamamu tanpa harus hanyut. Karena bila suatu saat kaw pergi, setidaknya aku telah percaya perpisahan.”
Senin, 03 Oktober 2011
Bisik Halus
Sisi Cerahmu
Minggu, 25 September 2011
Cerita Kertas
Senin, 19 September 2011
2
Sabtu, 27 Agustus 2011
VB... ILoveYou [Review Buku]
VB itu singkatan dari Valiant Budi. Seorang penulis yang rela jd TKI [jangan dibalik, karena artinya bisa sangat beda], demi obsesinya dengan Timur Tengah. Dan seperti yang telah terbaca di awal, aku jatuh cinta, tapi bukan sama penulisnya ya.. lebih tepatnya sama tulisannya. Kenapa? Karena sesungguhnya aku bingung, ini buku genre nya apa si?? Isinya serius tapi gak formal. Kalo dibilang komedi juga gak 100%. Maw disebut ngeri, tapi sukses bikin aku ngakak sendiri kaya orang sinting padahal bahasanya kadang [baca : rada sering] sarkastik bin sadis. Entahlah, tapi di mataku buku ini [cukup] keren.
Pertama kali liat buku ini aku langsung suka, soalnya covernya bagus.. hhe [gak penting]. Judul bukunya “KEDAI 1001 MIMPI”. Buku ini diterbitkan tahun 2011 [entah bulan apa, tapi masih termasuk baru kan untuk kategori buku], punya 443 hal, dengan total keseluruhan 40 bab. Diambil dari pengalaman VB dan beberapa rekan TKI yang bertahan hidup di Saudi Arabia dan selalu rindu Indonesia. Seperti yang aku bilang di awal, sebenarnya isinya sedikit sensitif tapi ditulis dengan gaya setengah komedi. Kenapa setengah?? Karena ada juga bagian yang emang ditulis rada serius dan menurutku ia menulis dengan...emosional tinggi. Hmm... tapi mungkin itu yang membuatku suka dengan buku ini. Aku suka dengan tulisan tulisan segar yang tak meninggalkan esensi dari isi buku. Pembagian antara gaya penulisan serius dan kocaknya proporsional. Kalo 100% komedi, sepertinya aku malah tak terlalu minat. Pernah dulu pinjam salah satu buku nya raditya dika, tapi baca beberapa bab uda langsung pensiun cuma nagkring di rak buku tanpa tersentuh. Sampai akhirnya ku kembalikan pada empunya... berbulan bulan kemudian. Pas sekilas baca bukunya Pidi Baiq juga tak mebuatku langsug meyerbu togamas.
Oke..mari masuk ke isi buku. Cerita ini diawali dengan lolosnya si VB sebagai bartender di sebuah perusahaan coffeshop kelas internasional cabang Saudi Arabia. Ingat, Saudi Arabia gak cuma ada jeddah, mekkah, dan madinah, tapi juga ada riyadh dan teman temannya yang lain. Yang membuat shock, hari pertama kerja ternyata dia uda langsung sempurna jadi babu tanpa cacat. Jangankan Pelatihan serius, penjelasan sederhana pun tak ada. Ibarat orang yang gak bisa renang, langsung disuru surfing. Belum lagi orang orang mengira dirinya berasl dari filipina dan bukan Indonesia. Tapi sekalinya mereka dengar kata Indonesia, yang terlontar adalah “kok indonesian bisa b.inggris”,”kok kamu lumayan tinggi ya”, “kok kamu tau lagunya Black Eyed Peas” dan kok..kok..kok.. yang lainnya. Pesan pertamaku, temukan pertanyaan tersadisnya!! Itu semua belum termasuk cerita soal musim panas 50 derajat, rumah sakit [mungkin] teraneh di dunia, merasa hari homo sedunia [ ternyata SA punya stok homo berlimpah ], luluran pake pasir, kenyataan bahwa fugsi KTP di saudi ‘bagai matahari dan bumi’ sama di Indonesia yang KTP-nya keluar dompet pas mau ngisi kupon undian doank. Ada juga kisah mendadak jadi penerjemah SMS, dan juga ketemu pelanggan toko yang : nasionalis, arogan, haram, tersesat, linglung, yang juga pelayan, amnesia, plin plan, sok tau, posesif, juga kebarat – baratan.
Itu semua Cuma sebagian kecil dari isi buku. Pas membaca buku ini mungkin kalian akan bingung untuk berekspresi : musti miris, sedih atau ketawa ngakak. Dan untuk kesimpulan, aku setuju dengan salah satu kata kata di dalam buku ini : There’s a thing that money can’t buy, it’s called ATTITUDE. Kenapa? Kalian akan tahu jawabannya sepanjang membaca buku ini... pesan keduaku, ikuti kata hati saat membacanya :))
P.S :
- - >; Ini Review? Sudahh.... anggap saja begitu...hhe
TO :
- Yang sudah baca : apakah anda setuju dengan saya?? Ku harap iya
- Yang belum baca : RECOMMENDED!!!!
- Mahasiswa HI : penting banget, apalagi yang konsentrasi dunia islam [byar gak terpatok ke politiknya aja, tapi juga budayanya]
- Jatmiko Hadi Wibowo : Serius deh...aq pengen cabut pernyataan ‘iya’ ku untuk mengembalikan buku ini ke tanganmu... toh, aq pernah melakukannya sekali.. Sekali saja.. ya.. sekali. Ya Allah maafkan aq......................... tapiiii...sepertinya tak sulit untuk melakukan yang kedua kalinya.. [kata bijak : orang bodoh adalah yang maw meminjamkan bukunya, tapi lebih bodoh lagi orang yang mau mengembalikan buku yang dipinjamnya] hahaha.... sesat.... ketauan de kalo cuma minjem... ^^v
- Aku : sepertinya dia bisa masuk list penulis favoritku bersama Andrea Hirata, Donny Dhirgantoro, dee, Pramoedya Ananta Toer, Fuadi, dan Ilana Tan.
Rabu, 17 Agustus 2011
Sebuah Ketukan
Matahari cukup terik. Aku berjalan sedikit terseok dengan jas merah membalut tubuh. Sebuah alas tulis dan beberapa lembar kertas kudekap erat. Sesekali ku tengok pergelangan tanganku, berharap jarum jam berputar tak terlalu cepat. Tak banyak orang yg ku jumpai di luar rumah. Kebanyakan bersembunyi di balik tingginya bata bata atau beberapa mengintip dari labirin labirin gubuk mereka.
Dengan hanya berbekal senyuman sederhana dan sapaan seramah mungkin, ku beranikan mengetuk tiap pintu yg mungkin sedikit terbuka. Beberapa membalas senyumku, namun tak jarang yg acuh saja. Setiap langkah hanya doa yang terucap, berharap segalanya manis.
Satu jam berselang.., masih ada beberapa lembar yg belum ternoda tinta hitamku. Aku terus berjalan, walau matahari masih saja terik. Yaa... Beginilah nasib ilmuwan sosial. Pernah kalian lihat laboratorium terbesar di dunia??? Aku yakin pernah, mungkin sering. Hanya saja terkadang kalian tak menyadarinya. Bahkan aku berani bertaruh, kalian adalah bagian dari laboratorium itu sendiri. Yaa... laboratorium milik ilmuwan sosial adalah laboratorium terbesar di dunia. Jangan di tanya apa isinya, semuanya ajaib.
Waktu terus berlari, tak peduli keringat yang mengucur dari balik kerudungku. Tak lama, sebuah rumah mengusikku untuk berjalan ke arahnya. Berharap selembar kuisioner terisi lagi. Pelan – pelan ku buka gerbang rumah itu, dan berjalan menuju pintu yg sedikit terbuka. Ku edarkan pandangan ke sekeliling, memastikan seseorang berada di salah satu sudut bangunan. Sayang, tak terlihat seorangpun.Sebagai penyemangat, ku tarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu bersiap mengangkat tangan. Tentu saja tak ketinggalan senyum termanis yang bisa ku berikan, karena hanya itu milikku.
Sebuah jariku telah setangah terayun, saat tiba tiba ku dengar sebuah suara. Sayup sayup, namun makin lama makin jelas. Saat segalanya benar benar terang, ku turunkan tanganku perlahan dan tertegun. Urung niatku untuk mengetuk pintu. Kalian tahu?? Didalam rumah itu, entah siapa, di siang yg cukup menyengat, dan pada jam yang sebagian orang memilih terlelap... seseorang tengah membaca Al-quran dengan khusuk. Tak terlalu keras memang, tapi cukup terdengar dari balik pintu rumahnya. Beberapa menit ku nikmati alunan suara itu. Menentramkan.
Memang semua orang tahu, saat itu masih bulan Ramadhan, saat semua umat islam berpuasa dan berusaha beribadah sebanyak mungkin. Entah aku yang tak tahu, tapi jarang yg seperti itu. Segelintir saja, tak banyak.
Sebuah senyum simpul ku ukir siang itu, sembari melangkah menjauhi rumah tadi. Pelan. Tak ingin mengganggu. Memang kuesioner ku penting, tapi tak sampai hati tanganku mengetuk pintu itu. Sejurus kemudian justru belasan pertanyaan yang berkecamuk di otakku : “Sesering apakah kaw baca Al Quran yg bertengger di lemarimu itu? Atau jangan jangan telah berdebu. Sudah berapa jus yang kaw baca sepanjang ramadhan ini? Ah.. iya.. kaw habiskan waktu berjam jam menyelesaikan puluhan bait kata kata di buku favoritmu, tapi tak bisakah kaw luangkan sedikit waktu untuk membaca beberapa ayat Al – Quran?? Dll...”
Huff... siang yg indah, fikirku kemudian.
Jumat, 29 Juli 2011
Menyisakan Jejak
Hai... Kubuka tirai ruangmu perlahan dan terdiam kemudian.
Selangkah kucoba susuri sebaris jalan, ada hawa yang berbeda.
Jujur kukatakan padamu denting jarum itu menggangguku !!
Memaksaku mengingat akan masa
Tak lama kulihat seonggok kertas dengan pena disisnya.
Aku yakin itu milikmu.... semua orang tahu itu.
Ku raih penamu dan mulai meracau di kertasmu juga.
Tak peduli apapun... tentang apapun.
Sebaris ruang tersisa di pangkal kertas,
dan kuhentikan penamu untuk kaw lanjutkan esok hari tanpaku.
Senin, 25 Juli 2011
Unexpected
Hey... its me, the owner if this blog. Hmm... actually i seldom tell openly about my life. Sometimes i just put a bit vent in my story. But, this time, i think i really want to tell you what i feel. Its about karma [ i dont really know how to call it in english, so..from now on, we call it in indonesia’s language].
Karma. I know all of you ever hear about this word. But i think not all people believe in it. My question is, do you believe in karma? Some people a bit hard to believing something without any prove, including me. I believe that everything in this world has their own consequences, but i think not always on the same way. The definition of karma in my mind is when you hurt someone, you will be hurted by someone else in the future. But we can not apply it to all people. Many people in this world havent experienced it yet.
Some days ago, suddenly i remembered this word. I thought maybe i was experiencing it. If it is true, i have been experiencing it for 5 month. And i think i have got 2, or maybe 3. Oh..my God. Hopefully it is not true.
So long ago, when i was in senior high school, i was closed by 2 mans. Both of them so kind and had their own way to get my heart. One of them told me about his feeling by short message service. And you know?? I didnt like it. I prefer be shot directly to indirectly. Because i feel that the effect is different, especially for me. Back to the first man. Before that, i was so closed with him. I regarded him as my brother. After he shot me, i was so afraid to meet him. I didnt know why. I just felt a bit worrie when i had to meet him. In short, i always run and tried to stay away. It happened for about a year, whereas we were in the same club.
Now, we move to the second man. This man so atractive and also has high confident. He treated me so well. Too well i think. He sent me his messages almost every day and sometimes he called me. One day, we watched movie together. He invited me and i accepted it. On the cinema, he brought me the ticket and a glass of coffee of course with a big box of corn. I felt uncomfortable on that time. After the film, he offered to have lunch, but i tejected it. On my mind, i just wanted to arrive at home as fast as i can. But, after we arrived at home, he didnt back earlier. Without my permission, he entered to my terrace and sat down, and then gave me a necklace in a red box. The situation made me feel more..and more weird. Time went by. After that day, he dissapeared. He never sent me message anymores..and of course never called me. When we met in an event, i always tried to stay away from him. I seldom talked to him. I just said hello and then went to another place. It happened for about 8 months.
For the third man, he was my ex. We didnt speak each other for about one and a half year whereas we were in the same class. Can you imagine it??? I never talked to him, i never went with him, and of course i seldom sat together with him. But now, everything is clear. We become a friendship again, and he already have a girlfriend. How nice.. J
Thats all my 3 cases. And now, do you know what happend?? A bit weird but real. Some months ago, i closed to someone. Actually didnt really close. Since the first time i met him, he just kept quiet. There were so many rumors between us, but, once again, he just kept quiet. Time went by, sometimes he sent me his messages. When we met in social network we chated alternately, and the climax of this case, we watched movie together. But after the cinema tragedy, we never met and talked for so long. Over all, he often dissapeared. And now, every time we meet, he just stay away from me. When he see me, he just say hello and then go to another place. So similar like what i did in the past. He dont want to sit and have a talk with me. He act as if there were nothing happened between me and him. And the most painful in this case, it feels like we never be a friend. I dont know when it is end, but i hope as soon as possible. Honestly, i hate such situation.
Thats why, now, i start thinking about karma.
How do you think???
Am i getting a karma?
Kamis, 21 Juli 2011
Kanvas Kosong Part II
Yogyakarta cukup dingin semalam dan Liza baru bisa memejamkan mata pukul 2 dini hari. Pukul 5 sebuah jam pemberian dari teman dekatnya di atas meja berdering, tapi tak cukup ampuh membangunkannya dari alam mimpi. 2 jam kemudian, bundanya memasuki kamar Liza dan hanya bisa berdecak menyaksikan anak gadisnya masih terlelap di pagi hari yang cukup cerah. Dalam hatinya, sang bunda berucap, “Zaa., matahari yang sama akan selalu bersinar untuk hari yang tak pernah berulang. Pagi ini pun, tak akan pernah kaw temui di pagi yang lain, baik kemaren maupun esok.Tak usah bersedih, harimu akan selalu berbeda, walapun dengan matahari dan bulan yang sama”
Bunda mulai menyusuri setiap jengkal lantai kamar anaknya dan berhenti tepat di depan tirai jendela. Tanpa ragu, beliau sibakkan tirai itu sekuat mungkin sehingga sinar pagi dapat menembus ruangan anaknya tanpa bisa dielakkan. Awalnya Liza tak bereaksi, tapi tak butuh lebih dari 3 menit tubuhnya mulai menggeliat sembari memicingkan mata, berusaha menghindar dari sinar yang tepat mengarah ke matanya, menyilaukan. Sembari mengumpulkan nyawa, ia edarkan matanya dan mendapati sang bunda berada di salah satu sudut kamar. Liza lihat bundanya tersenyum dan berkata, “ tangi nduk, wes jam piro iki?? Siram trus sarapan.. Bunda uda buat masakan kesukaan kamu”.
Di meja makan, Liza menyantap makanan kegemarannya dengan lahap. Sang bunda tetap saja hanya bisa tersenyum melihatnya. Ruang makan itu tak terlalu luas, tetapi cukup untuk meja dengan 6 kursi. Desain ruangan minimalis, dengan 2 figura tergantung di sisi yang saling berhadapan. Tak banyak ornamen yang terpampang di sana. Salah satu dari 2 figura itu berisi lukisan bundanya yang Liza buat 3 hari lalu, tentu saja atas permintaan tulus dari beliau. Kalian tahu itu.
Hari itu Liza berencana ke toko buku. Entah berujung di kasir atau tidak, ia cukup senang hanya dengan melihat tumpukan buku berbagai cover. Toko itu tak terlalu ramai saat dirinya tiba di sana, tapi juga tak cukup jika ia hitung dengan jari tangannya saja. Selain suka melukis, tak perlu ditanya, Liza bisa menghabiskan waktu berjam jam di toko buku, walaupun sekali lagi,.. ditekankan,.. tanpa membeli... sebuah bukupun!
Saat sedang asyik menbolak – balik halaman sebuah buku yang segel plastiknya memang sudah terlepas, seseorang memanggilnya pelan dari belakang. Suara itu sedikit mengandung keraguan, seolah memastikan apakah yang disapanya adalah orang yang tepat. Liza terdiam sesaat. Hatinya pun ragu, tapi merasa tak asing dengan suara itu. Perlahan, ia balikkan badan dan mendapati sosok laki laki tampan dengan postur tubuh yang proporsional. Tak terlalu tampan sebenarnya, tapi cukup manis dan menyejukkan. Untuk beberapa menit ia masih ragu dengan pandangan matanya, dan berusaha memutar memori secepat mungkin. Sementara itu, laki laki tadi mulai tersenyum, pertanda telah yakin dengan yang ia lihat.
“Liza...kamu benar liza kan???”.
“iyaaa...p... aku liza.. maaf... kamu syapa ya?? Mungkin aku yang lupa”, ujar Liza dengan penuh selidik.
“hhah.... iya zaa... gak papa... aku Tama. Ingat nggak??”, ucap laki laki tadi dengan nada yang semakin mantap.
Liza hanya terdiam dengan tetap mempertahankan senyum tanggungnya dan tentu saja tak berhenti berfikir. Melihat reaksinya yang seperti belum juga menemukan kepastian, laki laki tadi kembali berucap, “Tama zaa...Tama... temen smp kamu! Dulu aku emang gendut sekali... mungkin itu yang buat kamu lupa. Sudah ingat???”.
Lambat laun ingatan Liza pulih, dan sejurus kemudian memang benar benar pulih. Dengan cukup bersemangat ia menyambut senyum lebar teman lamanya itu, “ owww... tamaa... yayaya... aq ingat...ingat... ya ampun tamm... kok bisa kecilan gini sekarang?? Ngapain aja kamu?? Gak makan selama sebulan ya?? Mending kamu kasih aq aja lemak mu yang ada di mana mana itu...kamu lihat kan...aq masih aja cungkring... hhe”.
“haha...bisa aja kamu zaa... lama ya gak ketemu, kuliah di mana kamu sekarang??”
“ iya...lama banget. Aku kuliah dii,,, adalah...pokoknya jurusan antropologi, dan tentunya gak di jogja..hhe. Kamu??”
“oww,,, kamu kuliah di luar kota?? Aku si masih setia sama jogja . Aku ambil jurusan komunikasi.”
“hmm.... keren keren. Cocok kok ama style penampilan kamu yang sekarang, broadcasting bangeeettt....hhe... :))”, Liza berseloroh.
“hahahah....bisa aja kamu za. Liza...Liza”
Cukup lama keduanya bercakap – cakap. Terbilang akrab. Setelah dirasa cukup, Liza minta izin untuk mendahului pulang. Sebelum membiarkan gadis itu pergi, Tama tak absen meminta nomor Liza. Katanya si syapa tau ada perlu. Liza tersenyum saja mengdengarnya. Toh, masih teman lama, fikirnya.
Hari sudah sore saat Liza kembali ke kediamannya. Ibunya sedang asyik menonton infotimen, sedang ayahnya belum kembali dari tempat kerja. Kedua adik laki – lakinya asyik mengobrol di beranda belakang. Liza setengah berlari menuju kamarnya, mengambil laptop dan sebuah modem. Tak butuh waktu lama ia telah berada di sisi bundanya. Liza pun tenggelam cepat dalam dunia mayanya. Ya,, Liza suka sekali internet, terutama situs jejaring sosial. Jumlah teman di salah satu situs bahkan mencapai ribuan.
“ealaah... cah enom jaman saiki,” decak sang bunda menyaksikan anaknya tak bergerak berhadapan dengan sebuah benda kotak, kecuali mata dan jari tangan yang seirama silih berganti ke kanan dan ke kiri.
Pukul 9 malam, baru laptopnya bisa beristirahat. Andaisaja benda itu bisa berbicara, sudah pasti telah lemas dan kehabisan suara, karena meronta – ronta minta dimatikan.
26 Januari 2017
Pukul 13.00 sebuah hp berdering singkat namun cukup keras, ternyata milik Liza. Tanpa perlu dikomando, ia raih ponselnya dan mendapati sebuh nama terpampang di layar itu. Tama. Liza tersenyum mendapati nama itu. Pesan itu berisi pertanyaan apakah ia suda makan atau belum, jika belum, Tama ingin mengajaknya makan siang diluar. Bahkan Tama menawarkan diri untuk menjemputnya. Setelah menimbang sejenak, jempolnya memencet tombol replay, lalu menuliskan sebuah kalimat setuju dan beralih ke tombol ok. Pesan terkirim.
Sebelum berangkat, laptopnya masih menyala. Liza membuka email sebentar, syapa tahu ada pesan masuk. Liza cukup rutin menengok account miliknya itu. Awalnya ia yakin tak ada apa apa, tapi saat folder inbox terbuka, disana terdapat sebuah pesan dari alamat yang belum dikenalnya.
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#1
Hai.. selamat pagi!
Liza cukup heran dengan email itu. Tanpa tanda pengenal yang jelas. Ia berusaha memutar otak, siapa sekiranya pemilik email itu, Sempat terlintas di pikirannya pesan itu dari Bima, kekasihnya yang hilang itu. Tapi Liza tak yakin itu dari Bima. Bima??email?? Bima jarang sekali menyentuh email. Dahulu saja jika bukan Liza yang memaksa, sampai lebaran kucing juga sepertinya Bima tak akan membuat account. Tapi Liza tak ingin memikirkan itu, ia ingin lepas dari kesedihannya, walaupun jujur ia merindukan sosok itu. Teringat janjinya dengan Tama, buru buru ia matikan laptop itu dan segera lenyap dari kamar tidurnya.
Saat makan bersama, Tama dan Liza mengobrol akrab. Ya, mereka semakin akrab saja. Liza pun terlihat nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Apalagi Tama, tak usah ditanya, ia terlihat begitu mengagumi gadis di depannya. Hari terus berlalu. Banyak cerita yang mereka bagi, mulai dari soal kuliah, sampai masalah pribadi. Liza mulai bimbang dengan hatinya. Ia senang saat HP nya berdering dan berharap itu dari Tama. Tetapi di satu sisi ia masih sangat teringat Bima, terutama saat sedang sendiri. Tama pintar membawa suasana. Perbincangan keduanya tak pernah singkat. Tentang apapun, tapi belum sekalipun membicarakan soal “mereka”.
Siang berganti malam, malam berganti siang. Begitu seterusnya. Dan email dari orang tak dikenal 3 minggu lalu semakin rajin singgah di inbox account gadis itu. Liza cukup penasaran dengan pemilik email itu. Semua email hanya berisi kalimat peyemangat dan sapaan sapaan ringan. Tapi satu hal, tak satupun email email itu ia balas.
26 januari 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#2
Hai.. selamat malami!
27 januari 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#3
Hai.. ohayoo!! Ganbatte.. :))
27 januari 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#4
Selamat malam...kenanglah hari ini, harimu menyenagkan bukan :))
29 januari 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#6
Sudah siang... makanlah selagi sempat... :))
29 januari 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#7
Hai.. selamat malami!
13 February 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#35
Tersenyumlah... hari ini akan indah... :))
17 february 2017
From : grey_soul@yahoo.com
To : blueOcean@yahoo.com
Subject : greeting#50
Mimpi indah... Liza..
Kalian lihat?? Sekali lagi, tak ada tanda tanda email itu milik...Bima. Kecuali email ke 50. Bagaimana bisa orang itu menyebut namanya. Apakah orang itu kenal dengannya?? Apakah mereka pernah bertemu?? Dan...Apakah itu..Bima??? Ah..segalanya membuat situasi semakin runyam. Tama yang semakin perhatian, email yang semakin rajin datang, dan bunda yang memilih tak ikut campur dengan membiarkan anak gadisnya berfikir dewasa secara mandiri. Ya, Liza masih menyimpan rindunya untuk lelaki itu. Tama baik, ramah, sopan, periang. Tapi kehadirannya tak sepenuhnya bisa menghapus bayang Bma dari hidupnya. The feeling so strong, were lasting for so long.
19 February 2017
“Thanks God, It’s Sunday,,, :))”
Entah mengapa senyum Liza mengembang sempurna pagi itu. Bahkan ia bisa bangun lebih awal sebelum alarmnya berdering. Menakjubkan bukan. Entah setan apa yang merasukinya, atau dapat ilham apa semalam dalam mimpi nya, tak seorangpun tahu.
Liza sedang menarik sebuah kursi makan pertanda bersiap memasok energinya pagi itu, saat tiba tiba ponsel di tangannya berbunyi. Sebuah nomor tak dikenal tersemat di layar. Liza ragu, namun diangkatnya juga. Jantungnya berdebar hebat. Sebuah suara yang sangat ia kenal, terdengar dari speaker ponselnya. Hampir saja ponsel itu jatuh dari genggamannya.
Penelfon :
“Hai.... Selamat pagi... aku tahu kaw tak sabar ingin sarapan.. jangan tergesa gesa. Ah.. kaw semakin manis saja.. apalagi dengan baju warna merah yang kaw kenakan saat ini... kaw tahu?? Aku suka... .
To : blueOcean@yahoo.com
From : grey_soul@yahoo.com “
Liza hanya terdiam selama penelfon itu berbicara. Lidahnya kelu. Perasaannya tak menentu. Perlahan ia mulai meninggalkan ruang makan, dan dengan jantung masih berdebar menuju halaman rumah. Benar saja, tak sedikitpun bisa ia percaya pandangan matanya. Debar itu sangat khas, Liza bisa rasakan itu. Tak sedikitpun ia teringat Tama. Berulang kali ia yakinkan dirinya bahwa ini nyata. Bima, berdiri di halaman rumah, tersenyum lebar, masih dengan ponsel di tangannya dan berkata, “Hai...Liza”
Ia tatap lekat - lekat lelaki yang telah cukup lama ( tak benar – benar ) menghilang tanpa jejak itu. Lelaki yang sangat ia rindukan, lelaki yang ia yakin akan datang kembali. Ya..lelaki yang tak sepenuhnya hilang. Email Itu, grey_soul@yahoo.com, milik bima...
“Tell me what i’m feeling isn’t some mistake... cause,i believe that good things come to those who wait..especially...LOVE”, ucap Liza lirih.
END