Kamis, 21 Juli 2011

Kanvas Kosong Part II

Yogyakarta cukup dingin semalam dan Liza baru bisa memejamkan mata pukul 2 dini hari. Pukul 5 sebuah jam pemberian dari teman dekatnya di atas meja berdering, tapi tak cukup ampuh membangunkannya dari alam mimpi. 2 jam kemudian, bundanya memasuki kamar Liza dan hanya bisa berdecak menyaksikan anak gadisnya masih terlelap di pagi hari yang cukup cerah. Dalam hatinya, sang bunda berucap, “Zaa., matahari yang sama akan selalu bersinar untuk hari yang tak pernah berulang. Pagi ini pun, tak akan pernah kaw temui di pagi yang lain, baik kemaren maupun esok.Tak usah bersedih, harimu akan selalu berbeda, walapun dengan matahari dan bulan yang sama”


Mendengar hal itu, senyum Liza tersungging dan kepalanya mengangguk pasrah. Dalam hati ia bersyukur memiliki sosok Ibu yang sangat pengertian dan sabar. Sesegera mungkin ia paksa tubuhnya terangkat dari kasur empuk lalu setengah berteriak, “hoahhh,,,,, morrniinngg... i wonder how life will surprise me today,,,, :))”


Bunda mulai menyusuri setiap jengkal lantai kamar anaknya dan berhenti tepat di depan tirai jendela. Tanpa ragu, beliau sibakkan tirai itu sekuat mungkin sehingga sinar pagi dapat menembus ruangan anaknya tanpa bisa dielakkan. Awalnya Liza tak bereaksi, tapi tak butuh lebih dari 3 menit tubuhnya mulai menggeliat sembari memicingkan mata, berusaha menghindar dari sinar yang tepat mengarah ke matanya, menyilaukan. Sembari mengumpulkan nyawa, ia edarkan matanya dan mendapati sang bunda berada di salah satu sudut kamar. Liza lihat bundanya tersenyum dan berkata, “ tangi nduk, wes jam piro iki?? Siram trus sarapan.. Bunda uda buat masakan kesukaan kamu”.


Di meja makan, Liza menyantap makanan kegemarannya dengan lahap. Sang bunda tetap saja hanya bisa tersenyum melihatnya. Ruang makan itu tak terlalu luas, tetapi cukup untuk meja dengan 6 kursi. Desain ruangan minimalis, dengan 2 figura tergantung di sisi yang saling berhadapan. Tak banyak ornamen yang terpampang di sana. Salah satu dari 2 figura itu berisi lukisan bundanya yang Liza buat 3 hari lalu, tentu saja atas permintaan tulus dari beliau. Kalian tahu itu.


Hari itu Liza berencana ke toko buku. Entah berujung di kasir atau tidak, ia cukup senang hanya dengan melihat tumpukan buku berbagai cover. Toko itu tak terlalu ramai saat dirinya tiba di sana, tapi juga tak cukup jika ia hitung dengan jari tangannya saja. Selain suka melukis, tak perlu ditanya, Liza bisa menghabiskan waktu berjam jam di toko buku, walaupun sekali lagi,.. ditekankan,.. tanpa membeli... sebuah bukupun!


Saat sedang asyik menbolak – balik halaman sebuah buku yang segel plastiknya memang sudah terlepas, seseorang memanggilnya pelan dari belakang. Suara itu sedikit mengandung keraguan, seolah memastikan apakah yang disapanya adalah orang yang tepat. Liza terdiam sesaat. Hatinya pun ragu, tapi merasa tak asing dengan suara itu. Perlahan, ia balikkan badan dan mendapati sosok laki laki tampan dengan postur tubuh yang proporsional. Tak terlalu tampan sebenarnya, tapi cukup manis dan menyejukkan. Untuk beberapa menit ia masih ragu dengan pandangan matanya, dan berusaha memutar memori secepat mungkin. Sementara itu, laki laki tadi mulai tersenyum, pertanda telah yakin dengan yang ia lihat.

“Liza...kamu benar liza kan???”.


“iyaaa...p... aku liza.. maaf... kamu syapa ya?? Mungkin aku yang lupa”, ujar Liza dengan penuh selidik.


“hhah.... iya zaa... gak papa... aku Tama. Ingat nggak??”, ucap laki laki tadi dengan nada yang semakin mantap.


Liza hanya terdiam dengan tetap mempertahankan senyum tanggungnya dan tentu saja tak berhenti berfikir. Melihat reaksinya yang seperti belum juga menemukan kepastian, laki laki tadi kembali berucap, “Tama zaa...Tama... temen smp kamu! Dulu aku emang gendut sekali... mungkin itu yang buat kamu lupa. Sudah ingat???”.


Lambat laun ingatan Liza pulih, dan sejurus kemudian memang benar benar pulih. Dengan cukup bersemangat ia menyambut senyum lebar teman lamanya itu, “ owww... tamaa... yayaya... aq ingat...ingat... ya ampun tamm... kok bisa kecilan gini sekarang?? Ngapain aja kamu?? Gak makan selama sebulan ya?? Mending kamu kasih aq aja lemak mu yang ada di mana mana itu...kamu lihat kan...aq masih aja cungkring... hhe”.


“haha...bisa aja kamu zaa... lama ya gak ketemu, kuliah di mana kamu sekarang??”


“ iya...lama banget. Aku kuliah dii,,, adalah...pokoknya jurusan antropologi, dan tentunya gak di jogja..hhe. Kamu??”


“oww,,, kamu kuliah di luar kota?? Aku si masih setia sama jogja . Aku ambil jurusan komunikasi.”


“hmm.... keren keren. Cocok kok ama style penampilan kamu yang sekarang, broadcasting bangeeettt....hhe... :))”, Liza berseloroh.


“hahahah....bisa aja kamu za. Liza...Liza”


Cukup lama keduanya bercakap – cakap. Terbilang akrab. Setelah dirasa cukup, Liza minta izin untuk mendahului pulang. Sebelum membiarkan gadis itu pergi, Tama tak absen meminta nomor Liza. Katanya si syapa tau ada perlu. Liza tersenyum saja mengdengarnya. Toh, masih teman lama, fikirnya.


Hari sudah sore saat Liza kembali ke kediamannya. Ibunya sedang asyik menonton infotimen, sedang ayahnya belum kembali dari tempat kerja. Kedua adik laki – lakinya asyik mengobrol di beranda belakang. Liza setengah berlari menuju kamarnya, mengambil laptop dan sebuah modem. Tak butuh waktu lama ia telah berada di sisi bundanya. Liza pun tenggelam cepat dalam dunia mayanya. Ya,, Liza suka sekali internet, terutama situs jejaring sosial. Jumlah teman di salah satu situs bahkan mencapai ribuan.


“ealaah... cah enom jaman saiki,” decak sang bunda menyaksikan anaknya tak bergerak berhadapan dengan sebuah benda kotak, kecuali mata dan jari tangan yang seirama silih berganti ke kanan dan ke kiri.


Pukul 9 malam, baru laptopnya bisa beristirahat. Andaisaja benda itu bisa berbicara, sudah pasti telah lemas dan kehabisan suara, karena meronta – ronta minta dimatikan.


26 Januari 2017


Pukul 13.00 sebuah hp berdering singkat namun cukup keras, ternyata milik Liza. Tanpa perlu dikomando, ia raih ponselnya dan mendapati sebuh nama terpampang di layar itu. Tama. Liza tersenyum mendapati nama itu. Pesan itu berisi pertanyaan apakah ia suda makan atau belum, jika belum, Tama ingin mengajaknya makan siang diluar. Bahkan Tama menawarkan diri untuk menjemputnya. Setelah menimbang sejenak, jempolnya memencet tombol replay, lalu menuliskan sebuah kalimat setuju dan beralih ke tombol ok. Pesan terkirim.


Sebelum berangkat, laptopnya masih menyala. Liza membuka email sebentar, syapa tahu ada pesan masuk. Liza cukup rutin menengok account miliknya itu. Awalnya ia yakin tak ada apa apa, tapi saat folder inbox terbuka, disana terdapat sebuah pesan dari alamat yang belum dikenalnya.


From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#1

Hai.. selamat pagi!


Liza cukup heran dengan email itu. Tanpa tanda pengenal yang jelas. Ia berusaha memutar otak, siapa sekiranya pemilik email itu, Sempat terlintas di pikirannya pesan itu dari Bima, kekasihnya yang hilang itu. Tapi Liza tak yakin itu dari Bima. Bima??email?? Bima jarang sekali menyentuh email. Dahulu saja jika bukan Liza yang memaksa, sampai lebaran kucing juga sepertinya Bima tak akan membuat account. Tapi Liza tak ingin memikirkan itu, ia ingin lepas dari kesedihannya, walaupun jujur ia merindukan sosok itu. Teringat janjinya dengan Tama, buru buru ia matikan laptop itu dan segera lenyap dari kamar tidurnya.


Saat makan bersama, Tama dan Liza mengobrol akrab. Ya, mereka semakin akrab saja. Liza pun terlihat nyaman dengan kehadiran lelaki itu. Apalagi Tama, tak usah ditanya, ia terlihat begitu mengagumi gadis di depannya. Hari terus berlalu. Banyak cerita yang mereka bagi, mulai dari soal kuliah, sampai masalah pribadi. Liza mulai bimbang dengan hatinya. Ia senang saat HP nya berdering dan berharap itu dari Tama. Tetapi di satu sisi ia masih sangat teringat Bima, terutama saat sedang sendiri. Tama pintar membawa suasana. Perbincangan keduanya tak pernah singkat. Tentang apapun, tapi belum sekalipun membicarakan soal “mereka”.


Siang berganti malam, malam berganti siang. Begitu seterusnya. Dan email dari orang tak dikenal 3 minggu lalu semakin rajin singgah di inbox account gadis itu. Liza cukup penasaran dengan pemilik email itu. Semua email hanya berisi kalimat peyemangat dan sapaan sapaan ringan. Tapi satu hal, tak satupun email email itu ia balas.


26 januari 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#2

Hai.. selamat malami!


27 januari 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#3

Hai.. ohayoo!! Ganbatte.. :))


27 januari 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#4

Selamat malam...kenanglah hari ini, harimu menyenagkan bukan :))


29 januari 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#6

Sudah siang... makanlah selagi sempat... :))


29 januari 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#7

Hai.. selamat malami!


13 February 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#35

Tersenyumlah... hari ini akan indah... :))


17 february 2017

From : grey_soul@yahoo.com

To : blueOcean@yahoo.com

Subject : greeting#50

Mimpi indah... Liza..


Kalian lihat?? Sekali lagi, tak ada tanda tanda email itu milik...Bima. Kecuali email ke 50. Bagaimana bisa orang itu menyebut namanya. Apakah orang itu kenal dengannya?? Apakah mereka pernah bertemu?? Dan...Apakah itu..Bima??? Ah..segalanya membuat situasi semakin runyam. Tama yang semakin perhatian, email yang semakin rajin datang, dan bunda yang memilih tak ikut campur dengan membiarkan anak gadisnya berfikir dewasa secara mandiri. Ya, Liza masih menyimpan rindunya untuk lelaki itu. Tama baik, ramah, sopan, periang. Tapi kehadirannya tak sepenuhnya bisa menghapus bayang Bma dari hidupnya. The feeling so strong, were lasting for so long.


19 February 2017


“Thanks God, It’s Sunday,,, :))”


Entah mengapa senyum Liza mengembang sempurna pagi itu. Bahkan ia bisa bangun lebih awal sebelum alarmnya berdering. Menakjubkan bukan. Entah setan apa yang merasukinya, atau dapat ilham apa semalam dalam mimpi nya, tak seorangpun tahu.


Liza sedang menarik sebuah kursi makan pertanda bersiap memasok energinya pagi itu, saat tiba tiba ponsel di tangannya berbunyi. Sebuah nomor tak dikenal tersemat di layar. Liza ragu, namun diangkatnya juga. Jantungnya berdebar hebat. Sebuah suara yang sangat ia kenal, terdengar dari speaker ponselnya. Hampir saja ponsel itu jatuh dari genggamannya.


Penelfon :

“Hai.... Selamat pagi... aku tahu kaw tak sabar ingin sarapan.. jangan tergesa gesa. Ah.. kaw semakin manis saja.. apalagi dengan baju warna merah yang kaw kenakan saat ini... kaw tahu?? Aku suka... .

To : blueOcean@yahoo.com

From : grey_soul@yahoo.com “


Liza hanya terdiam selama penelfon itu berbicara. Lidahnya kelu. Perasaannya tak menentu. Perlahan ia mulai meninggalkan ruang makan, dan dengan jantung masih berdebar menuju halaman rumah. Benar saja, tak sedikitpun bisa ia percaya pandangan matanya. Debar itu sangat khas, Liza bisa rasakan itu. Tak sedikitpun ia teringat Tama. Berulang kali ia yakinkan dirinya bahwa ini nyata. Bima, berdiri di halaman rumah, tersenyum lebar, masih dengan ponsel di tangannya dan berkata, “Hai...Liza”


Ia tatap lekat - lekat lelaki yang telah cukup lama ( tak benar – benar ) menghilang tanpa jejak itu. Lelaki yang sangat ia rindukan, lelaki yang ia yakin akan datang kembali. Ya..lelaki yang tak sepenuhnya hilang. Email Itu, grey_soul@yahoo.com, milik bima...


“Tell me what i’m feeling isn’t some mistake... cause,i believe that good things come to those who wait..especially...LOVE”, ucap Liza lirih.


END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar