Minggu, 26 Juni 2011

Jasa Sesal

Ia seorang gadis. Ia tak cantik. Ia dia juga tak kaya. Ia terlihat berkepribadian terbuka, walau introvertisme tak jarang hinggap padanya. Gadis ini menyukai sesuatu berbau sederhana, walau nyatanya ia cenderung berfikiran kompleks. Sedikit ironis memang, tapi yaa,,,, begitulah. Mungkin memang ada tipe manusia jenis ini. Entahlah apa namanya, aku pun tak tahu. Bisa jadi justru tak bernama.

Tertanggal 9 januari, salah seorang temannya berulang tahun. Beberapa bait kalimat tersusun rapi di pesan singkat yang muncul di layar HP nya. Ia diminta datang di sebuah kafe jam 4 sore hari itu juga. Sedikit kaget, namun setelah itu ku lihat ia tersenyum. Tak lebar memang, namun cukup... untuk meraih gelar tersenyum.

Tak terasa ia telah larut dalam hingar bingar perbincangan panjang di sebuah meja berkursi 20 yang kesemuanya ber-tuan. Ia duduk di kursi ke 7, menurut hitunganku. Entah hitunganmu. Suasana kafe sungguh ramai, yang sesungguhnya biasa saja sebelum rombongan itu datang. Di ujung ruangan tergantung sebuah speaker mengeluarkan bunyian apapun. Semua tamu undangan si empu acara larut dalam percakapan tak tentu arah. Tak ada yang menaruh perhatian pada si speaker. Kasian sekali.

Si gadis tak luput ada di larutan perbincangan tersebut, namun lambat laun ia mulai lelah. Ia sandarkan bahu dan mulai menjauhi suasana mainstream. Ia tinggalkan arus yang ada dan mencoba terfokus pada sebuah suara. Suara si speaker. Alangkah bahagianya si speaker. Benda kotak itu menyalurkan bunyi radio dari ruangan belakang. Radionya memang biasa saja,namun isi radio membuatnya berfikir dan bergumam.......tentang sesal...

Ya.. Si gadis berfikir tak ada insan di dunia ini yang ingin menyesal. Semuanya ingin kesempurnaan, tanpa cacat. Memang, Impossible is nothing. Tapi rasanya cukup mustahal untuk soal yang satu ini. Hampir semua orang pernah merasakan sesal. Andai saja sesal ada di awal.. kata salah seorang teman gadis itu beberapa hari yang lalu.

Ia merasa sesungguhnya sesal hanya seiris luka di hati yang sedang belajar tumbuh. Sesal bisa hilang kapan saja kita mau. Namun sayang, sebagian orang bukan membiarkannya dibalut campuran obat harapan dan optimisme, tapi justru memeliharanya tetap terbuka dan terluka. Sesal yang tetap terbuka tak jarang melebar dan tentu saja akan sulit untuk diobati. Sedang sesal yang terobati akan merajut jaring – jaring keelokan serta kekuatan. Menjadi hati yang tak tergoyahkan

Sesal itu netral, gumam sang gadis untuk ke dua kalinya. Tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Sesal bisa sangat sangat merugikan, namun juga tak jarang begitu menguntungkan. Tanpa disadari, sesal lah yang menggiring kita menjadi dewasa. Sesallah yang menunjukkan pada kita jalan mana yang seharusnya di ambil. Sesal jugalah yang membuat hidup kita berwarna, dinamis. Sesal sanggup mendatangkan senyum simpul, pejaman mata sesaat, bahkan tawa. Walau tak bisa dipungkiri sesal lebih suka menghadiahkan air mata. Tapi kemudian sang gadis mencoba mengigatkan bahwa jika kita maw, air mata itu bisa berubah menjadi sebuah senyum kepuasan. Rasanya kesuksesan yang diraih dengan sesal terlebih dahulu akan jauh lebih nikmat dan tak terlukiskan ,dari pada senyum terkembang tanpa awalan senyum simpul, begitu fikirnya.

Tanpa sesal, kita tak akan berusaha mengejar ketertinggalan. Tanpa sesal, terkadang tak tercipta kompetisi. Tanpa sesal, kita tak lebih bijak memilih jalan yang benar. Dan dengan sesal, kita mencoba lebih menghargai orang lain.

Tak masalah sesalkan sebuah pertemuan, tapi segera balut dengan pertemuan perbaikan. Boleh saja kita sesalkan sebuah kenangan, sebagai motivasi membuat kenangan yang lebih indah. Terkadang menyesalkan sebuah perpisahan itu perlu, sebagai dasar menghargai sebuah pertemuan. Tapi tetap ingat, tak ada yang abadi. Perpisahan akan selalu terjadi. Masing masing dari kita akan mati,.pada saatnya.. mungkin di suatu fajar, ucapnya lirih sembari tersenyum simpul.

Inti dari semua itu.............sesal tak selamanya buruk

Tiba – tiba tepukan sebuah tangan di bahu sang gadis membuyarkan lamunannya. Tak dia sadari si speaker sudah tak bersuara. Sejurus kemudian matanya mulai beredar, dan teman – temannya masih riuh bercengkerama. Si empu tangan masih terdiam, walau telapak tangannya belum lepas dari pundak sang gadis. Tak lama, gadis itu menyambut si empu tangan dan menoleh sembari tersenyum padanya.

Dirasa cukup, dia mengundurkan diri lebih awal di pesta itu. Kembali ke rumah diantar seseorang yang sungguh ia sayangi. Seseorang yang baru ia temukan setelah melalui jalan yang berliku. Lagu sheila on 7 mengalun indah di kendaraan keduanya “...there's always a way for love, but sometimes not on the same road.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar